Langsung ke konten utama

Distillate Hydrotreater (DHDT)

Hydrotreating atau disebut juga hydroprocessing adalah proses hidrogenasi katalitik untuk menjenuhkan hidrokarbon dan menghilangkan sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam dari aliran proses. Hydrotreating bisa dilakukan untuk umpan diesel untuk perbaikan kualitas diesel terutama untuk mengurangi kandungan sulfur dalam diesel (spesifikasi produk diesel dari tahun ke tahun semakin ketat terutama dalam hal kandungan sulfur maksimum) dan juga untuk mengurangi kandungan nitrogen dalam diesel yang dapat menyebabkan terjadinya color unstability produk diesel.

Proses hydrotreating bertujuan mengolah Light Coker Gas Oil (LCGO) dari Delayed Coker Unit (DCU) dengan menjenuhkan material yang tidak stabil dari hasil cracking dan membuang impurities seperti sulfur dan nitrogen dengan bantuan gas hydrogen bertekanan. Reaksi yang terjadi di dalam reaktor adalah penjenuhan olefin (penjenuhan hidrokarbon), penghilangan sulfur (hydrodesulfurization), penghilangan nitrogen (hydrodenitrification), penghilangan oksigen (deoksigenasi), penghilangan logam (demetalisasi), dan penghilangan halida. Campuran produk hasil reaksi dipisahkan di kolom stripper dan splitter. Reaksi  hidrogenasi  muncul dalam reaktor  dan effluent reaktor diumpankan ke seksi fraksionasi untuk pemisahan. Produk  dari Unit Distillate Hydrotreating adalah Light Kerosene sebagai komponen produk kerosene atau sebagai  komponen produk diesel. 

Tujuan proses hydrotreating adalah:
a.  Memperbaiki kualitas produk akhir, seperti diesel

b. Pretreating stream (persiapan umpan proses lanjutan) untuk mencegah keracunan katalis di downstream process :
      •    Catalytic reforming (platforming)
      •    Fluid catalystic cracking (FCC)
      •    Hydrocracking
c.  Memenuhi standar lingkungan ( untuk diesel sebelum dikirim ke tangki penyimpanan produk)


Aliran Proses1    Seksi Reaktor
Peralatan yang berada didalam seksi reaktor ini diantara lain adalah Reactor feed and combined feed / effluent exchanger, Reactor charge heater 220-H1, Reactor 220-V2 dan 220-V3, dan Fin fan condenser 220-E2 ABCD.
        a.    Reactor feed and combined feed / effluent exchanger
            Umpan untuk Unit Distillate Hydrotreating adalah LCGO dari trim cooler di Unit Delayed Coking, mengalir ke Feed Surge Drum 220-V1 melalui line 6”. Surge Drum dilengkapi dengan level indicator dengan High & Low Alarm, dilengkapi dengan split range pressure control system 220-PRC2 dan safety valve 220-PSV1. Sistem split range akan menolong untuk mendapatkan tekanan yang konstan di surge drum selama operasi normal.
 

Apabila tekanan surge drum jatuh ke nilai dibawah setting pressure, split range control valve no. 2B akan secara otomatis membuka dan gas mengalir dari make up compressor suction drum melalui line 2” ke surge drum selama tekanan surge drum naik ke nilai diatas setting pressure, split range control valve no.2A secara otomatis membuka dan gas yang berlebihan (excessive gas) mengalir ke flare, control valve menutup pada saat tekanan turun kembali ke normal.
 

Gas oil dari feed surge drum mengalir ke suction dari feed charge pumps 220-P1AB, melalui line 8”. Kedua pompa adalah multi stage, yang digerakkan dengan motor listrik. Untuk melindungi pompa ini dari kerusakan yang disebabkan oleh low flow, pompa dilengkapi dengan automatic shutdown device system yang digerakkan (actuated) oleh low flow signal 220-FRCAL-51.
 

Pada keadaan flow rate jatuh ke nilai dibawah rate yang dibolehkan (allowable rate), pompa akan stop secara otomatis. Untuk initial start up terdapat bypass switch untuk low flow shutdown.
 

Feed dipompa ke reactor charge heater melalui sederetan combined feed/effluent exchanger 220-E1ABCDE melalui line 8” dan flow controller 220-FRCAL-51. Sebelum masuk ke Combine Feed Exchanger (CFE), feed dicampur dengan hydrocarbon rich gas dari recycle gas compressor. Temperatur outlet CFE dijaga konstan dengan memakai 220-TRC-47 yang mengontrol CFE by pass flow.

          b.    Reactor charge heater 220-H1
            Setelah dipanaskan (preheated) di sederetan CFE, feed mengalir ke reactor charge heater melalui line 10”. Feed dipanaskan di Reactor Charge Heater (220-H1) ke temperatur yang diinginkan (kira-kira 315?C) dan dikontrol oleh 220-TRC-36. Heater adalah tipe cylindrical forced draft dengan automatic shut down devices. Heater akan shut down secara otomatis pada keadaan berikut :
-    High pressure dari reactor charge heater cabin (220-PIAH-24).
-    High pressure dari stripper reboiler heater cabin (220-PIAH-138).
-    High pressure dari splitter reboiler heater cabin (220-PIAH-175).
-    High temperature dari combined flue gas ke air preheater inlet (220-TIAH-7).
-    Low pressure dari combustion air dari air preheater outlet (220-PIAL-8).
-    Low pressure dari pilot gas (220-PIAL-10).
-    Low pressure dari atomizing steam (220-PIAL-11).
-    Low flow dari recycle gas ke reactor circuit (220-FRAL-52).
-    Dengan menekan emergency push button.

        c.    Reactor 220-V2 dan 220-V3
        Setelah dipanaskan sampai sekitar 315?C, feed masuk reaktor melalui inlet distributor, kemudian ke liquid/vapor distributor tray untuk mendapatkan distribusi yang baik melintasi daerah bagian-bagian (sectional area) dari katalis. Ketika feed turun melalui bed katalis, reaksi muncul dan panas dibangkitkan.
 

Outlet reaktor 220-V2 dilengkapi dengan High Temperature Alarm 220-TRAH-38, yang di set pada 399 ?C untuk mencegah reaksi perengkahan yang berlebihan (excessive cracking reactions).
 

Cold recycle gas dibawa ke efluen reaktor 220-V2 untuk meng-quench reaksi. Aliran quench dikontrol dengan temperatur inlet reaktor no.2,   220-TRC-41. Reaktor ini juga dilengkapi dengan inlet dan outlet pressure gauge serta outlet temperature recorder high alarm 220-TRAH-44. Efluen reaktor mengalir ke CFE 220-E1 melalui line 10”.

         d.    Fin fan condenser 220-E2 ABCD
             Dari CFE efluen reaktor mengalir ke empat parallel fin fan cooler melalui line 10”. Sulfur dan nitrogen dalam feed dikonversikan ke hidrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3). Kedua material ini bergabung (combine) untuk membentuk garam ammonium yang dapat mengeras (solidify) dan mengendap (precipitate) ketika efluen reaktor didinginkan. Air diinjeksikan ke efluen reaktor untuk mencegah garam menyumbat tube condenser.


Didalam fin fan coolers 220-E2 A/B/C/D efluen reaktor didinginkan sampai 49?C dan kemudian masuk High Pressure Separator 220-V4 melalui line 8”. Didalam high pressure separator gas, hydrocarbon liquid dan udara dipisahkan tersendiri (individually). Gas dikirim ke suction drum dari recycle gas compressor 220-V5 melalui line 8” dan sejumlah kecil gas dikirim ke feed drum sebagai gas blanketing.
 

Recycle compressor suction drum dilengkapi dengan monel wire mesh untuk menghindari liquid entainment ke recycle gas compressor. Dari suction drum 220-V5 gas dikirim ke recycle gas compressor melalui line 8”. Dengan menggunakan recycle gas compressor 220-C1 A/B gas di-recycle dan dicampur dengan feed sebelum mengalir ke reaktor dan sejumlah lain dipakai sebagai quench di dalam line inlet reaktor 220-V3.
 

Gas hidrogen diperoleh dari unit platforming, mengalir melalui line 4” ke make up compressor suction drum 220-V6 dimana setiap liquid yang terbawa (carried over) dipisahkan. Liquid dikirim dan dicampur dengan produk liquid high pressure separator ke seksi fraksionasi. Gas H2 dari suction drum di kirim ke make up compressor 220-C1 A/B melalui line 4”. Hidrogen ditekan (compressed) dan dikirin ke sistem recycle gas melalui line 3”. Kecepatan make up hidrogen dicatat dengan 220-FRQI-68. Make up compressor dilengkapi dengan spill back control valve 220-PV-66. Wash water yang dikumpulkan didalam water boot dari high pressure separator di-drain ke sour water system pada level controller 220-LC-60. Liquid dari HPS dikirim ke seksi fraksionasi melalui line 6” pada level controller 220-LC-63.
 

2   Seksi Fraksionasi
Peralatan yang berada didalam seksi fraksionasi ini diantara lain adalah Product Stripper dan Product Splitter
       a.    Product Stripper
           Sebelum masuk kolom stripper, HPS liquid dipanaskan didalam sederet exchanger; stripper feed/light kerosene exchanger 220-E4, stripper feed/heavy kerosene exchanger 220-E5 ABCDE dan stripper feed/bottom exchager 220-E6.
 

Dari exchanger feed mengalir ke kolom stripper melalui line 6” diatas tray no. 6 pada sekitar 266?C. Hidrogen sulfida dan material yang ringan mengalir ke upper section dari stripper dan yang lebih berat ke bottom section. Sebagian dari bottom stripper dipompa melalui line 4” ke stripper reboiler heater 220-H2. Didalam reboiler, fraksi bottom dipanaskan sampai sekitar 330?C untuk meyakinkan penghilangan yang sempurna (complete removal) dari H2S, sebelum mengalir ke seksi splitter.
 

Sisanya dikirim ke kolom splitter melalui line 6” dan stripper feed/bottom exchanger 220-E6. Vapor meninggalkan puncak (top) dari kolom stripper, didinginkan didalam fin fan condenser 220-E7 dan cooler 220-E8, kemudian dikirim ke stripper receiver drum 220-V9.
 

Didalam stripper receiver drum 220-V9, gas, air dan hydrocarbon liquid dipisahkan. Hydrocarbon liquid dipompa dengan pompa overhead stripper 220-P2 AB, sebagian dari hydrocarbon liquid dikirm kembali ke puncak stripper sebagai reflux untuk mengontrol end point dari produk overhead. Kecepatan reflux dikontrol dengan flow controller 220-FRC-159 (cascade dengan receiver drum level controller, 220-LICAHL-166). Sisanya dikirim melalui line 2” ke LP flash drum di HC Unibon pada flow control 220-FRCQI-156. Air secara manual didrain ke sour water system. Net gas dikirim ke suction drum dari Unit Amine LPG Recovery melalui line 4”.Tekanan stripper receiver drum dikontrol dengan pressure controller 220-PRC-165.
            

         b.  Product Splitter
              Bottom stripper pada level controller 220-LC-130 masuk kolom splitter diatas tray no.10 dan dipisahkan menjadi 2 fraksi : light kerosene sebagai top product dan heavy kerosene sebagai bottom product. Beberapa dari bottom splitter dipompa melalui line 6” ke splitter reboiler heater sampai sekitar 273?C, untuk mencapai vaporisasi yang diinginkan. Sisa heavy kerosene dipompa dan didinginkan di stripper feed/heavy kerosene exchanger 220-E5 ABCDE, cooler 220-E11, trim cooler 220-E12 dan kemudian dikirim ke penampungan (storage).
 

Produk overhead meninggalkan puncak kolom melalui line 14” dan dikondensasikan didalam overhead condenser 220-E7. Tekanan kolom dikontrol dengan pressure controller 220-PRC-199, dan splitter receiver dikontrol dengan sistem bypass yang dilengkapi dengan pressure differential controller 220-PDIC-201. Low pressure di splitter receiver akan membuka pressure differential controller untuk menjaga tekanan yang konstan.
 

Produk overhead dikirim ke suction dari pompa splitter overhead 220-P4A atau B. Beberapa dari produk overhead dipompa ke puncak kolom sebagai reflux pada level controller 220-LICAHL-200. Temperatur puncak dari kolom sekitar 228?C.
 

Sisanya dipompa ke stripper feed/light kerosene exchanger 220-E4 melalui line 3”. Setelah dipakai untuk memanaskan (preheat) feed stripper, lalu dikirim ke tanki penampungan sebagai produk light kerosene melalui light kerosene product cooler 220-E10. Aliran dari produk light kerosene dikontrol oleh temperatur puncak column dengan temperature controller 220-TRC-171.
 

Variabel Proses Hydrotreating1.  Tekanan Reaktor / Hydrogen Partial Pressure     Secara umum desulfurization dan denitrification meningkat dengan meningkatnya reactor pressure (atau tepatnya hydrogen partial pressure). Namun biasanya reactor pressure bukan suatu variabel operasi yang dapat “dimainkan”. Pada operasi normal, tekanan reactor di-set semaksimal mungkin seperti disain. Namun ada sering terjadi kendala seperti ketidakmampuan compressor untuk mempertahankan tekanan reactor/system seperti disain, hal ini dapat dikompensasi dengan menaikkan purity recycle gas. Untuk straight run naphtha desulfurization, biasanya digunakan tekanan 20 s/d 35 kg/cm2g. Namun jika kandungan nitrogen dan/atau sulfur dalam feed tinggi, maka tekanan yang dibutuhkan lebih tinggi.
 

Cracked naphtha biasanya mengandung nitrogen dan sulfur yang jauh lebih besar daripada straight run naphtha, sehingga membutuhkan tekanan yang lebih tinggi, yaitu hingga 55 kg/cm2g. Tekanan setinggi ini juga dibutuhkan untuk menghilangkan semua organic halides. Pemilihan tekanan operasi dipengaruhi oleh tingkat hydrogen to feed ratio disain, karena kedua parameter ini menentukan tekanan partial hydrogen dalam reactor. Hydrogen partial pressure dapat ditingkatkan dengan meningkatkan ratio gas to feed pada inlet reactor.
 

2    Temperatur Reaktor
   Berbeda dengan tekanan reactor yang tidak bisa “dimainkan”, temperatur reaktor dapat “dimainkan” tergantung kebutuhan kandungan sulfur dan nitrogen yang diinginkan pada produk keluar reaktor (untuk naphtha hydrotreater biasanya maksimum sulfur dan nitrogen adalah 0,5 ppmwt). Reaksi desulfurisasi mulai terjadi pada temperature 230 oC dengan kecepatan reaksi yang meningkat dengan makin tingginya temperature. Namun di atas temperature 340 oC, pengaruh temperatur terhadap reaksi penghilangan sulfur sangat kecil.

Penghilangan senyawa chloride dengan konsentrasi rendah (<10 wtppm) akan terjadi pada temperature yang sama dengan penghilangan senyawa sulfur. Penjenuhan olefin juga seperti penghilangan senyawa chloride dan sulfur, semakin tinggi temperature maka reaksi penjenuhan olefin semakin cepat. Namun biasanya penjenuhan olefin membutuhkan temperature yang jauh lebih tinggi. Karena reaksi penjenuhan olefin sangat eksotermis maka kandungan olefin pada feed harus dimonitor dan jika mungkin dibatasi agar reactor peak temperature tetap dalam acceptable temperature range dan tidak terjadi temperature excursion/runaway.
 

Pada temperature yang sangat tinggi, kondisi keseimbangan membatasi tingkat penjenuhan olefin. Hal ini dapat menyebabkan residual olefin dalam produk menjadi lebih besar pada temperature yang lebih tinggi daripada pada temperature yang lebih rendah. Saat memproses naphtha dengan jumlah light end yang sangat besar dengan katalis baru, H2S dapat bereaksi dengan olefin tersebut untuk membentuk merkaptan.

Namun, jika hydrotreater memiliki 2 unit reactor, maka temperature inlet reactor kedua akan cukup rendah (karena di-quenching dengan hydrogen) untuk menghilangkan residual olefin yang dapat bereaksi membentuk merkaptan. Dekomposisi senyawa oksigen dan nitrogen memerlukan temperatur yang lebih tinggi daripada desulfurization ataupun penjenuhan olefin. Unit hydrotreater dengan kandungan nitrogen dan oksigen yang sangat tinggi harus didisain dengan tekanan reactor yang tinggi dan LHSV yang rendah untuk menjamin konversi yang tinggi. Reaksi penghilangan logam memerlukan temperature minimum 315 oC. Oleh karena itu temperature minimum ini yang direkomendasikan, karena :
-    Pada temperature dibawah 315 oC, kecepatan reaksi penghilangan contaminant sangat rendah.
-    Temperatur harus dijaga cukup tinggi untuk menjamin agar combined feed (recycle gas plus naphtha) ke charge heater semuanya berbentuk uap. Temperatur operasi reactor bervariasi tergantung jenis feed, yaitu antara 285 oC s/d 385 oC. Cracked feed akan memerlukan temperature yang lebih tinggi karena biasanya mengandung sulfur, nitrogen, dan olefin yang lebih tinggi. Reaktor delta T untuk reaksi hydrotreater biasanya antara 10 s/d 55 oC. Jika kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin dalam produk keluar reactor meningkat, maka temperature reactor dapat dinaikkan sebagai kompensasi untuk mempertahankan tingkat kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin dalam produk keluar reactor. Jika kenaikan temperature tidak dapat meningkatkan kualitas produk atau kenaikan temperature sudah tidak mungkin karena keterbatasan disain mechanical reactor (biasanya didisain hingga 400 oC), maka diperlukan catalyst regeneration atau penggantian katalis. Saat ini pelaksanaan catalyst regeneration sudah jarang dilakukan untuk katalis-katalis hydrotreater karena tidak ekonomis.

3    Kualitas Umpan
   Untuk kondisi operasi yang normal, perubahan temperatur inlet reactor hydrotreater untuk mengkompensasi adanya perubahan kualitas feed biasanya tidak diperlukan. Namun, jika umpan diimpor dan memiliki kualitas yang jauh berbeda dari biasanya, maka kualitas produk naphtha akan sangat berubah, sehingga diperlukan pengaturan temperatur inlet reactor. Perubahan kandungan olefin umpan juga akan mempengaruhi panas reaksi.


4  Hydrogen to Hydrocarbon Ratio
    Batasan minimum hydrogen to hydrocarbon ratio (Nm3/m3 atau SCFB) tergantung pada konsumsi hydrogen, karakteristik umpan, dan kualitas produk yang diinginkan. Untuk reaksi desulfurization, recycle gas dengan kandungan H2S hingga 10% dan dengan kandungan CO dan nitrogen yang besar tidak membahayakan katalis. Namun untuk penghilangan nitrogen dan penghilangan seluruh sulfur diperlukan kemurnian hydrogen dalam recycle gas yang tinggi (minimum 70%), dan CO merupakan racun katalis sementara.
 

5    Space Veloity
     Jumlah katalis yang dibutuhkan untuk tiap satuan umpan akan tergantung pada feed properties, kondisi operasi, dan kualitas produk yang diperlukan. Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) didefinisikan sebagai (feed, m3/jam)/(volume katalis, m3), sehingga satuan LHSV adalah 1/jam. Kenaikan feed rate dengan volume katalis yang tetap akan menaikkan nilai LHSV. Untuk memperoleh tingkat konversi reaksi yang sama, maka sebagai kompensasinya maka temperatur reaksi (temperatur inlet reaktor) harus dinaikkan. Namun kenaikan temperatur catalist akan menyebabkan peningkatan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis sehingga akan mengurangi umur katalis.
 

6    Injeksi Wash Water
Injeksi wash water pada unit hydrotreater diperlukan untuk :
-    Menghilangkan ammonia dalam recycle gas. Adanya ammonia dalam recycle gas walaupun dalam jumlah sangat kecil (biasanya sekitar 200-400 ppm tergantung dari jenis umpannya) akan sangat mengganggu aktivitas katalis karena ammonia akan mengisi active site katalis.
NH3 + H2O ? NH4OH
-    Mencegah terjadinya fouling akibat pembentukan garam ammonia (terutama pada fin fan cooler effluent reactor, upstream high pressure separator karena pada temperature rendah senyawa garam mudah mengendap).
 

NH3 + H2S ? NH4HS
Pembentukan NH4HS adalah akibat dari reaksi senyawa ammonia anorganik (NH3) dengan senyawa sulfur anorganik (H2S). Fungsi wash water adalah melarutkan NH4HS agar tidak mengendap pada bagian dalam fin fan cooler yang akan menyebabkan plugging. Jumlah injeksi wash water yang direkomendasikan biasanya antara 3 s/d 8% volume on feed hydrotreater. Atau untuk implementasi yang lebih akurat adalah dengan melihat kandungan NH4HS yang terlarut dalam sour water di high pressure separator. Kandungan NH4HS dalam sour water diusahakan sekitar 8%wt (di bawah 8%wt pelarutan oleh wash water dianggap kurang efektif sehingga injeksi wash water harus ditambah dan di atas 8%wt akan menyebabkan sour water yang dialirkan ke unit sour water stripper menjadi korosif sehingga injeksi wash water harus dikurangi.
 

Injeksi wash water biasanya dilakukan pada inlet fin fan cooler upstream high pressure separator. Temperatur wash water tidak boleh terlalu tinggi. temperatur wash water harus cukup rendah sehingga minimal 20% dari injeksi wash water masih tetap berbentuk cair pada outlet fin fan cooler (inlet high pressure separator).
 

4    Aliran Proses Secara Umum
     LCGO dari Delayed Coking Unit ditampung sementara di V-1 dan fase cairnya dipompa dengan P-1 masuk ke charge heater H-1, kemudian diumpankan ke dalam reaktor pertama V-2. Dari reaktor pertama dicampur dengan recycle dari kompresor C-1 masuk reaktor ke dua V-3 dari bagian atas. Keluar reaktor kedua didinginkan dengan diinjeksi air sebanyak 20% umpan. Campuran ini didinginkan di E-2 dan masuk pemisah tekanan tinggi V-4. Air yang terkumpul di boot dikeluarkan, gas dialirkan ke V-5 untuk mengambil butiran minyak yang ikut sebelum dimampatkan di kompresor C-1 dan dikembalikan ke reaktor, sedang butiran minyak yang terambil dimasukkan ke aliran minyak dari pemisah V-4.
 

Aliran cair ini diumpankan ke stripper V-8. Uap atas stripper didinginkan di E-7 dan diembunkan di E-8 sebelum masuk penampungan V-9 untuk dipisahkan antara gas dan cairan. Gas dialirkan ke unit Amine dan LPG Recovery. Cairan dialirkan ke unit HC Unibon. Hasil bawah stripper dialirkan ke reboiler stripper sebagian lagi diumpankan ke splitter V-10 setelah didinginkan di E-6. hasil bawah splitter dikembalikan melalui H-3, sebagian diambil sebagai produk Heavy Kerosene setelah didinginkan di E-5, E-11, dan E-12. Uap atas diembunkan dan masuk penampung V-11, kemudian sebagian diambil sebagai produk Light Kerosene setelah didinginkan.di.E-9 


5    Produk
-    Gas, untuk umpan Amine dan LPG Recovery ; sebagai fuel gas
-    Naphtha, digunakan sebagai umpan NHDT
-    Light Kerosene digunakan sebagai komponen campuran kerosene dan diesel (ADO)
-    Heavy kerosene digunakan sebagai komponen campuran kerosene dan diesel (ADO)

DAFTAR PUSTAKA”Buku Pintar Migas Indonesia”, Bab IV, 2008. manual proses Dehydrotreating kilang minyak pertamina UP II Dumai
Devold, Havard., Oil And Gas Production Handbook: An Introduction To Oil And Gas Production
Nazwir. 2004. Evaluasi Kinerja Heater HCC Unibon Unit 212 H-3 di UP II Dumai. Program Studi D3 Teknik Kimia UNRI : Pekanbaru

Komentar